terasberita9.com, Lamongan – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lamongan bekerjasama dengan Teater Sendakala, Lesbumi MWC NU Paciran, dan Pondok Pesantren (PP) Isma’iliyah Almuhtadi Sendangagung Paciran Lamongan menggelar sebuah pementasan drama kolosal.
Drama kolosal tersebut bertajuk ‘Perlawanan dari Lamongan, Sejarah Perjuangan Kiai Muhtadi dalam Resolusi Jihad NU dan Pertempuran 10 November 1945’, yang digelar secara langsung di Komplek PP Isma’liyah Almuhtadi Paciran Lamongan. Turut membersamai dalam kegiatan ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparbud) Lamongan.
Diketahui, sutradara drama kolosal bersama ini adalah Saipul Apet, yang telah mendapatkan referensi sejarah dari sejumlah artikel yang kemudian akan diterbitkan menjadi buku oleh Ahmad Syauqi Arif yang juga selaku penulis buku berjudul Biografi KH Ahmad Muhtadi.
Pada kesempatan ini, perwakilan pengurus Madrasah Al Muhtadi, H. Ahnan Afif mengucapkan terimakasih kepada jajaran dari Disparbud Lamongan, PCNU Lamongan, Lesbumi MWC NU Paciran, dan seluruh pegiat kebudayaan yang telah mengangkat sosok KH Ahmad Muhtadi dalam pementasan tersebut.
“Suatu kegembiraan dan kebahagiaan yang tidak pernah terbayangkan, sehingga sosok KH Ahmad Muhtadi bisa diangkat menjadi tema drama kolosal pada hari ini” ujar Ahnan Afif.
Menurut Ahnan Afif, selain menjadi pejuang kemerdekaan, sosok KH Muhtadi juga merupakan pejuang agama dan pendidikan, yang kemudian perjuangan pendidikan tersebut mampu diteruskan hingga sekarang ini.
“Semoga kita bisa meniru laku spiritual dan keilmuan dari beliau KH Ahmad Muhtadi. Dari sini, tepatnya di bawah pohon Sawo yang ada di depan kita semua, merupakan saksi biksu dalam sejarah pemberangkatan para santri pantura, yang berangkat dalam pertempuran heroik saat 10 November 1945,” terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil PCNU Lamongan Gus Syaifullah Abid menuturkan, dengan melakukan napak tilas dan meneladani sosok KH Muhtadi, hal itu menjadi bukti bahwa KH Muhtadi adalah seorang pejuang kemerdekaan dan agama yang berbasis Nahdlatul Ulama.
“Kita saat ini sedang napak tilas meneladani perjuangan sosok kiai yang alim KH Ahmad Muhtadi, dan kita membuktikan bahwa sosok kiai Muhtadi merupakan pejuang yang selain memperjuangkan bangsa juga menjadi pejuang agama yang berbasis Nahdlatul Ulama. Jadi, tidak ada lagi sosok kiai ini, atau kiai itu yang diklaim menjadi bagian dari kelompok yang lain,” tegas Gus Abid.
Sementara itu, perwakilan dari PP Lesbumi Gus Syahrul Munir menceritakan, sosok KH Ahmad Muhtadi adalah ulama yang alim dan cerdas yang merupakan santri PP Tebuireng Jombang yang diasuh oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
Dalam waktu setahun saja, Gus Syahrul melanjutkan, KH Muhtadi mampu menyelesaikan hafalan Al Quran dengan metode klasikal, sehingga hal itu menunjukkan kecerdasan dari sosok KH Muhtadi yang luar biasa.
“Beliau ini adalah kiai yang cerdas, beliau menguasai Ilmu Falak, tidak sembarangan orang yang bisa menguasai ilmu ini, sehingga pantas saja beliau disematkan menjadi sosok ulama pejuang bangsa, pejuang agama, dan seorang ulama yang besar. Semoga generasi penerus bisa mengikuti jejak beliau,” tandasnya.
Sebagai informasi, KH Ahmad Muhtadi dilahirkan pada tahun 1908 dan putra ke-6 dari KH Musthofa yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran. KH Muhtadi adalah tokoh kharismatik yang berdakwah menyebarkan syiar Islam di kecamatan Paciran dan sekitarnya.
KH Muhtadi juga dikenal sebagai salah satu pejuang yang sangat berani dalam mengeluarkan anjuran untuk menentang penjajah. Selain itu, kiprahnya dalam mengabdi demi kemaslahatan umat tak diragukan lagi, bahkan jiwa dan raganya pun dipertaruhkan demi masyarakat.
Tercatat, KH Muhtadi gugur saat memperjuangkan tanah air, yakni pada Sabtu Pon, 13 Ramadlan 1368 H bertepatan tanggal 9 Juli 1949 M, bersama adik kandungnya KH Mohammad Amin dari Desa Tunggul. Diketahui, keduanya juga merupakan komandan Laskar Hizbullah.
Waktu itu, pasukan Belanda membawa KH Muhtadi dan KH Amin bersama tawanan lainnya yang terdiri dari ulama dan santri ke arah timur. Setelah sampai di sekitaran tepi jalan utara Desa Dagan (sekarang MI Ma’arif NU Dagan), mereka semua ditembak mati oleh Belanda hingga gugur.
Adapun mereka yang gugur tersebut di antaranya KH Ahmad Muhtadi, KH Mohammad Amin, Modin desa Klayar, Sehat dari Sendangagung Kampung Gerdu Sarang, Reso dari Sendangagung Kampung Setuli dan dua orang lagi yang sampai sekarang masih menjadi misteri.
Dengan disaksikan oleh pemuda kecil bernama Qomari, putra dari Modin Dagan, akhirnya jenazah para pejuang yang gugur tersebut dikuburkan oleh masyarakat desa Dagan Solokuro, dengan ditempo satu jam.
Untuk itu, masyarakat desa Dagan menggali dua lubang yang berjajar dengan jarak ± 3 meter, lubang barat untuk mengubur KH. Amin, K.H. Ahmad Muhtadi dan Modin Klayar. Sedangkan lubang timur untuk mengubur Reso, Sehat dan dua orang pejuang yang belum diketahui namanya. Mengingat semua jenazah tersebut gugur saat memperjuangkan kemerdekan Republik Indonesia, maka makam ini ditetapkan oleh pemerintah sebagai Taman Makam Nasional.[brj]